Kamis, 03 September 2009

“PENGARUH LARI BUMERANG DAN LARI SPRINT TERHADAP KETERAMPILAN MENDRIBLE DALAM PERMAINAN SEPAK BOLA

Latar Belakang Masalah
Olahraga Sepak Bola merupakan cabang olahraga yang telah memasyarakat keberadaannya, baik masyarakat di lingkungan perkotaan maupun di lingkungan pedesaan. Hal ini terbukti dengan bermunculnya perkumpulan-perkumpulan Sepak Bola yang bersifat amatir, semi profesional, dan bersifat profesional, sehingga sering kita lihat adanya kompetisi atau kejuaraan baik tingkat desa, maupun tingkat nasional bahkan tingkat internasional.
Olahraga Sepak Bola adalah olahraga beregu yang didasarkan atas teknik pengolahan bola dan pengertian pemain terhadap permainan. Untuk itu, setiap pemain dituntut mempunyai kondisi fisik, teknik, dan mental yang baik.

Analisis surat Al-Ahzab ayat 59 tentang kepribadian muslimah

ABSTRAKSI
AMALI JAMALUDIN AL-QUR’AN SURAT AL-AHZAB AYAT 59 DAN IMPLIKASI PAEDAGOGISNYA TERHADAP KEPRIBADIAN MUSLIMAH MELALUI CARA BERPAKAIAN (ANALISIS ILMU PENDIDIKAN ISLAM)

Berpakaian pada asasnya merupakan masalah yang sangat manusiawi, sehingga secara otomatis manusia akan selalu sadar terhadap pentingnya berbusana. Namun dewasa ini terlihat banyak kaum wanita yang berpakaian tetapi pada hakekatnya adalah telanjang. Kehadiran Islam di tengah-tengah manusia diantaranya ialah untuk mengatur bagian-bagian tubuh yang harus ditutupi serta membolehkan beberapa anggota tubuh yang tampak, hal ini dalam rangka memenuhi kepentingan manusia secara manusiawi, disamping merupakan realisasi taat kepada Allah dan Rasul-Nya.
Permasalahan penelitian ini bertitik tolak dari analisis kandungan QS. Al-Ahzab ayat 59, yang menjelaskan bahwa kaum wanita di zaman jahiliyah berpakaian dengan menampakkan sesuatu yang sebenarnya tidak boleh nampak, mereka berbusana dengan menggunakan kain tipis, sehingga terlihat warna kulitnya dan menampakkan bentuk-bentuk tubuhnya. Namun Islam dengan seperangkat konsepnya telah mewajibkan kepada kaum muslimah agar berpakaian secara Islami yang dapat menutup auratnya berdasarkan ajaran-ajaran Islam, sehingga pembentukan kepribadian muslimah melalui berpakaian Islami dapat terwujud sesuai dengan cita-cita pendidikan Islam.
Dalam penelitian ini penulis mengajukan rumusan masalah sebagai berikut : (1) bagaimana analisis Ilmu Pendidikan Islam mengenai implikasi paedagogis Al-Qur’an surat Al-Ahzab ayat 59? (2) bagaimana implikasi paedagogis Al-Qur’an surat Al-Ahzab ayat 59 tentang pembentukan kepribadian muslimah melalui berpakaian? (3) bagaimana pendapat para mufassir tentang kandungan Al-Qur’an surat Al-Ahzab ayat 59?.
Sedangkan tujuan daripada penelitian ini adalah untuk mengetahui implikasi paedagogis Al-Qur’an Surat Al-Ahzab ayat 59 tentang pembentukan kepribadian muslimah melalui cara berpakaian dengan menggunakan Ilmu Pendidikan Islam sebagai pisau analisisnya.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode kualitatif dan teknik yang digunakannya studi literatur/kepustakaan serta menganalisis kitab-kitab tafsir sebagai data primer dan dilengkapi buku-buku pendidikan serta buku-buku lainnya yang berhubungan dengan masalah yang diamati dan diteliti sebagai data skunder, kemudian setelah data-data terkumpul diolah dan dianalisis.
Berdasarkan analisis Al-Qur’an Surat Al-Ahzab ayat 59 tentang pembentukan kepribadian muslimah melalui berpakaian dapat diambil kesimpulannya, bahwa dengan memakai jilbab kaum muslimah dapat dikenal oleh khalayak ramai karena kebenarannya dan kewibawaannya serta akan terhindar dari hal-hal yang membawa fitnah, sehingga dengan berpakaian Islami yang dapat menutup aurat bisa mencetak pembentukan kepribadian muslimah sesuai dengan kehendak tujuan pendidikan Islam, sehingga tujuan pendidikan Islam yang berdasakan dari Al-Qur’an Surat Al-Ahzab ayat 59 dapat dirumuskan sebagai berikut : (1) Dengan memakai jilbab dapat membentuk kepribadian muslimah, (2) Dengan memakai jilbab dapat membentuk orang-orang yang beriman dan bertakwa dan (3) Dengan memakai jilbab dapat dikenal oleh orang lain sebagai wanita sholehah (manusia yang baik). Pada akhirnya, pembentukan kepribadian muslimah melalui berpakaian tersebut, dapat dijadikan inti rumusan tujuan pendidikan Islam di masa-masa yang akan datang.

Selasa, 21 Juli 2009

metodologi tolak peluru

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian
Dalam penelitian metodologi mempunyai arti yang sangat penting untuk menentukan ilmiah atau tidaknya hasil penelitian. Oleh karena itu penelitian memerlukan metode atau teknik sebagai alat bantu yang di pergunakan untuk memperlancar pelaksanaan penelitian yaitu dalam mencari, menemukan, mengelompokan serta menganalisa data-data dari hasil penelitian tersebut. Sejalan dengan penjelasan di atas, Hadi ( 1984 : 4 ) mengemukakan pengertian metodologi sebagai berikut : Metodologi adalah suatu usaha untuk menemukan dan menguji kebenaran suatu ilmu pengetahuan, usaha mana di lakukan dengan mengunakan metode-metode ilmiah.
Pengertian lain tentang metode penelitian yang dikemukakan oleh Arikunto ( 1992 : 121 - 122 ) sebagai berikut : “Metode penelitian adalah suatu cara untuk memecahkan masalah dengan menggunakan tehnik dan alat-alat tertentu, sehingga terdapat hasil dari tujuan penelitian”.
Dengan demikian metode penelitian adalah suatu cara memahami objek penelitian untuk menemukan, mengembangkan dan melakukan retifikasi terhadap suatu peristiwa, untuk menguji kebenaran pengetahuan dengan menggunakan tehnik dan alat-alat tertentu. Adapun metode yang dianggap sesuai dengan penelitian ini yaitu metode eksperimen, metode eksperimen bertujuan untuk menyelidiki ada tidaknya hubungan sebab akibat tersebut dengan cara memberikan perlakuan-perlakuan tertentu pada beberapa kelompok eksperimen.

skripsi olahraga tolak peluru

A. Judul Penelitian
“EFEKTIVITAS LATIHAN SHOULDER PRESS DENGAN LATIHAN PUSH UP TERHADAP PRESTASI LEMPAR CAKRAM SISWA SDN WANAHAYU II KECAMATAN MAJA KABUPATEN MAJALENGKA”
B. Latar Belakang Masalah
Cabang olahraga atletik adalah ibu dari sebagian besar cabang olahraga (mother of sport), di mana gerakan-gerakan yang ada dalam atletik seperti: jalan, lari, lompat dan lempar dimiliki oleh sebagian besar cabang olahraga, sehingga tak heran jika pemerintah mengkategorikan cabang olahraga atletik sebagai salah satu mata pelajaran pendidikan jasmani yang wajib diberikan kepada para siswa mulai dari tingkat sekolah dasar sampai tingkat sekolah lanjutan menengah atas, sesuai dengan SK Mendikbud No. 0413/U/87.
Pelaksanaan perlombaan atletik telah dilakukan manusia sejak zaman dahulu hingga olimpiade masa kini. Ballesteros (1979:1), menjelaskan sebagai berikut :
Lebih-lebih atletik merupakan unsur olahraga yang terpenting bagi olimpiade modern. Atletik itu dilakukan di setiap negara karena nilai nilai edukatif yang terkandung di dalamnya memegang peranan penting dalam mengembangkan / peningkatan prestasi yang optimal bagi cabang olahraga yang lainnya dan bahkan dapat diperhitungkan sebagai suatu ukuran kemajuan suatu negara.
Berdasarkan hal tersebut, kita dapat menyimak bahwa atletik merupakan unsur olahraga terpenting pada suatu penyelenggaraan olimpiade. Hal ini dikarenakan pengembangan dan peningkatan prestasi olahraga lain dapat dicapai melalui latihan nomor-nomor atletik, khususnya dalam peningkatan kondisi fisik. Nilai edukatif dari cabang atletik dapat dijadikan dukungan dalam pengembangan sumber daya manusia yang potensial di bidang olahraga. Sangat tepat kebijakan pemerintah dalam memasyarakatkan olahraga dan mengolahragakan masyarakat, khususnya cabang atletik. Dimungkinkan untuk dapat dimanfaatkan dalam rangka permasalahan dan pembibitan. Dengan pembinaan yang khusus dan terarah, pencapaian tujuan prestasi akan diraih secara maksimal.
Salah satu nomor pada cabang atletik adalah nomor lempar yang di dalamnya terdiri dari ; lempar cakram, lempar lembing, lontar martil dan tolak peluru. Faktor tersebut ada yang bersifat internal misalnya ; bakat, emosi, suasana hati, motivasi dan lain-lain. Sedangkan faktor yang bersifat eksternal diantaranya ; faktor pelatih, sarana dan prasarana, lingkungan dan sosial budaya.
Prestasi pada nomor atletik dapat dicapai melalui latihan yang khusus dan teratur dalam jangka waktu yang relatif lama. Potensi yang cocok dengan cabang olahraga yang ditekuninya seperti keadaan fisik, penguasaan teknik dan persyaratan lainnya semestinya dimiliki oleh seorang atlet. Rusli Lutan (1986:1) menjelaskan sebagai berikut :
Hasil evaluasi dan analisis terhadap event olahraga tingkat dunia seperti kejuaran dunia, olimpiade dan sebagainya, menunjukan bahwa atlet yang muncul sebagai juara atau mampu menampilkan prestasi yang mengesankan adalah yang bersangkutan memiliki karakteristik psikologis yang cocok dengan cabang olahraga, yang memiliki fisikal yang menonjol. Yang memiliki penguasaan teknik dan taktik yang sempurna dalam menempuh latihan selama bertahun-tahun.
Lempar cakram merupakan suatu koordinasi gerak menolak yang eksplosif, karena dalam gerak tersebut dibutuhkan pengerahan kekuatan yang penuh disertai dengan kecepatan. Kedua unsur tersebut adalah membentuk power. Untuk memperoleh hasil yang jauh dari suatu gerakan Lempar Cakram, maka dibutuhkan power lengan yang besar.
Power diperoleh dari latihan kekuatan dan kecepatan, karena yang menjadi karakteristik geraknya adalah menolak maka diperlukan power lengan sebesar-besarnya di samping unsur-unsur yang lain yang diabaikan dalam penelitian ini. Ada beberapa latihan untuk memperoleh power lengan diantaranya Shoulders Press (Menggunakan alat Bantu), Push Up (Manual), serta bentuk-bentuk latihan yang lainnya. Latihan-latihan itu diawali dengan latihan kekuatan kemudian dilanjutkan dengan latihan kecepatan secara sistematis.
Atas dasar uraian latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai pengaruh latihan Shouders Press dengan Push Up terhadap peningkatan prestasi lempar cakram dalam cabang olahraga atletik.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang di atas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana efektivitas latihan shouders press terhadap peningkatan prestasi lempar cakram?
2. Bagaimana pengaruh latihan push up terhadap peningkatan prestasi lempar cakram?
3. Dari kedua bentuk latihan tersebut manakah yang memberikan kontribusi lebih terhadap peningkatan prestasi lempar cakram?

Jumat, 17 Juli 2009

makalah calung

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
di wilayah Jawa Barat dikenal satu pertunjukan seni yang menggunakan waditra calung jingjing sebagai media. Dahulu ada calung renteng, yaitu kesenian calung yang waditranya diikat ujung-ujungnya menggunakan tali, kemudian pada kedua isinya diikatkan pada sebuah rancak kayu.cara. Di tatar Sunda, khususnya yang berdiam di wilayah Jawa Barat tumbuh berbagai ragam bentuk seni calung.
Namun di zaman ini banyak penerus keturunan tatar sunda sudah tidak memperhatikan lagi akan banyaknya kesenian suku sunda, dan mereka cenderung lebih asik untuk mempelajari seni yang datangnya dari luar.
Dengan adanya penjelasan singkat tentang kacapi ini, diharapkan para anak-anak / keturunan sunda mengetahui sedikit-banyaknya tentang kesenian Calung yang berada di wilayah sunda.
B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari pembahasan makalah ini adalah, sebagai berikut :
1. Untuk memenuhi salah tugas yang diberikan oleh dosen mata kuliah Bahasa Sunda.
2. Untuk mengetahui lebih jelas tentang seni Calung.
3. Untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasan penulis.
C. Metode Penulisan
Dalam penyusunan makalah ini, penulis menggunakan metode Studi Kepustakaan yaitu mengumpulkan sumber-sumber dari buku dan naskah yang berhubungan dengan permasalahan menganalisis dan mengambil pokok masalah yang akan dijadikan data dan bahan dalam penyusunan makalah ini.
D. Sistematika Pembahasan
Untuk memperlancar dalam penyusunan makalah ini, penulis membuat sistematika yaitu, sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Tujuan Penulisan
C. Metode Penulisan
D. Sistematika Pembahasan
BAB II SENI CALUNG
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran







BAB II
SENI CALUNG
Calung yang dikenal di wilayah Jawa Barat adalah seni pertunjukan yang menggunakan waditra calung jingjing sebagai media. Dahulu ada calung renteng, yaitu kesenian calung yang waditranya diikat ujung-ujungnya menggunakan tali, kemudian pada kedua isinya diikatkan pada sebuah rancak kayu.cara menabuh calung renteng seperti halnya menabuh waditra pada kesenian arumba. Sayang kesenian calung renteng tidak dapat bertahan, sehubungan dengan berkurangnya penggemar dan tidak ada regenerasi penabuhnya.
Sebelum terjadi pembaharuan, artinya sebelum meniru contoh waditra calung yang berkembang di Bandung. Calung yang digunakan di wilayah Jawa Barat adalah calung konvensional sebagaimana Eutik Muchtar (pencipta calung dari Bandung) membuatnya, yaitu terdiri atas calung kingking, calung panempas, calung jongrong, dan calung gonggong. Calung kingking berperan sebagai melodi lagu, calung panempas berperan memberikan balunganing gending terhadap melodi, calung jongrong berperan sebagai kenongan dan calung gonggong berperan memberikan suara gong pada akhir melodi.
Sesuai dengan kebutuhan lagu yang semakin dinamis dan variatif, calung jongrong dan calung gonggong kini jarang digunakan. Pertunjukan calung sekarang menggunakan dua buah calung kingking dan dua buah calung panempas dengan laras yang sama. Perkembangan calung demikian membutuhkan keterampilan menabuh yang semakin kompleks pada para pemainnya. Sebagai pelengkap pertunjukan ditambah dengan seorang pemain kosrek yang biasanya sekaligus berperan sebagai bodor atau lawak. Kelengkapan permainan calung lainnya adalah gendang dan gong. Kini secara kreatif seniman calung menambahkan waditra lain, seperti rebab, kecapi, biola, dan bahkan alat musik elektone, dan gitar.
Pertunjukan calung tidak mengutamakan lagu sebagai sajian utama. karena kemudian lawaklah yang lebih mendominasi suasana. Lagu hanya sesekali saja disajikan, bahkan hanya berperan sebagai pengantar kepada suasana bodoran. Oleh karena itu, bisa jadi dari lima pemain calung, tiga di antaranya adalah mereka yang memiliki kemampuan melawak. Sedangkan dua lainnya (biasanya penabuh kingking) berperan sebagai dalang, yang diharapkan mampu menjaga suasana agar lawakan tidak ngelantur terlalu jauh dan mampu menawarkan suasana.
Kesenian calung di Majalengka dikenal sejak tahun1960-an, dan mulai berkembang pesat ketika Edi Jubaedi, pengasuh kesenian Pabrik Gula Kadipaten, pada tahun 1970-an membentuk kesenian calung yang para pemainnya adalah Abah Duleh, Abah Bontot, Mang Sawo, (alm), Mang Dompet dan Mang Pentil. Dari kelompok inilah kemudian tumbuh kelompok-kelompok lain seperti Mustika Budaya di Cigasong, Tandang Midang di Munjul, Jedag di Gandu, Putra Beger di Karayunan, Putra Mekar di Leuwiseeng, Rinenggasari di Argapura, Binara di Cijurey Panyingkira, dan Gentra Pasundan di Darmalarang.
Selain berkembang di masyarakat, calung juga berkembang di sekolah-sekolah, baik di SD, SLTP, maupun di SLTA. Calung di lingkungan sekolah biasa ditampilkan pada acara kenaikan kelas.


















BAB III
P E N U T U P
A. Kesimpulan
Calung yang dikenal di wilayah Jawa Barat adalah seni pertunjukan yang menggunakan waditra calung jingjing sebagai media. Sebelum terjadi pembaharuan, artinya sebelum meniru contoh waditra calung yang berkembang di Bandung. Calung yang digunakan di wilayah Jawa Barat adalah calung konvensional.
Sesuai dengan kebutuhan lagu yang semakin dinamis dan variatif, calung jongrong dan calung gonggong kini jarang digunakan. Pertunjukan calung sekarang menggunakan dua buah calung kingking dan dua buah calung panempas dengan laras yang sama.
Pertunjukan calung tidak mengutamakan lagu sebagai sajian utama. karena kemudian lawaklah yang lebih mendominasi suasana. Lagu hanya sesekali saja disajikan.
B. Saran-saran
Berdasarkan pada pembahasan di atas, penulis memberikan saran, sebagai berikut :
1. Kebudayaan Sunda merupakan salah satu kebudayaan di Indonesia yang harus kita ketahui.
2. Kebudayaan Sunda harus kita jaga dan dilestarikan.
DAFTAR PUSTAKA
Kantor Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Majalengka. 2005. Profil Kesenian Daerah Kabupaten Majalengka Tahun 2005

Pekan Olahraga Nasional

History

The Indonesian Sports Association (ISI) was established in Jakarta in 1938 with the aim of coordinating the existing sports associations including the Football Federation. During the Japanese occupation of Indonesia from 1942 to 1945, sporting activities were coordinated by the Sports Practice Movement. Following the Indonesian Declaration of Independence in 1945, that nation took over the running of its own sport and in January 1946, a conference was held in Surakarta, Central Java , which gave rise to the Indonesian Olympic Committee (KORI), chaired by Sultan Hamengkubuwono IX.

Indonesia was unable to participate in the 1948 Olympic Games because Indonesian independence had not been recognized, and Indonesia was not a member of the International Olympic Committee. At an emergency conference in Solo on 1 May 1948 to discuss Indonesia's failure to compete in the Olympics, it was decided to organized the first National Games, which ran from 8-12 September 1948.