Jumat, 17 Juli 2009

makalah calung

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
di wilayah Jawa Barat dikenal satu pertunjukan seni yang menggunakan waditra calung jingjing sebagai media. Dahulu ada calung renteng, yaitu kesenian calung yang waditranya diikat ujung-ujungnya menggunakan tali, kemudian pada kedua isinya diikatkan pada sebuah rancak kayu.cara. Di tatar Sunda, khususnya yang berdiam di wilayah Jawa Barat tumbuh berbagai ragam bentuk seni calung.
Namun di zaman ini banyak penerus keturunan tatar sunda sudah tidak memperhatikan lagi akan banyaknya kesenian suku sunda, dan mereka cenderung lebih asik untuk mempelajari seni yang datangnya dari luar.
Dengan adanya penjelasan singkat tentang kacapi ini, diharapkan para anak-anak / keturunan sunda mengetahui sedikit-banyaknya tentang kesenian Calung yang berada di wilayah sunda.
B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari pembahasan makalah ini adalah, sebagai berikut :
1. Untuk memenuhi salah tugas yang diberikan oleh dosen mata kuliah Bahasa Sunda.
2. Untuk mengetahui lebih jelas tentang seni Calung.
3. Untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasan penulis.
C. Metode Penulisan
Dalam penyusunan makalah ini, penulis menggunakan metode Studi Kepustakaan yaitu mengumpulkan sumber-sumber dari buku dan naskah yang berhubungan dengan permasalahan menganalisis dan mengambil pokok masalah yang akan dijadikan data dan bahan dalam penyusunan makalah ini.
D. Sistematika Pembahasan
Untuk memperlancar dalam penyusunan makalah ini, penulis membuat sistematika yaitu, sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Tujuan Penulisan
C. Metode Penulisan
D. Sistematika Pembahasan
BAB II SENI CALUNG
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran







BAB II
SENI CALUNG
Calung yang dikenal di wilayah Jawa Barat adalah seni pertunjukan yang menggunakan waditra calung jingjing sebagai media. Dahulu ada calung renteng, yaitu kesenian calung yang waditranya diikat ujung-ujungnya menggunakan tali, kemudian pada kedua isinya diikatkan pada sebuah rancak kayu.cara menabuh calung renteng seperti halnya menabuh waditra pada kesenian arumba. Sayang kesenian calung renteng tidak dapat bertahan, sehubungan dengan berkurangnya penggemar dan tidak ada regenerasi penabuhnya.
Sebelum terjadi pembaharuan, artinya sebelum meniru contoh waditra calung yang berkembang di Bandung. Calung yang digunakan di wilayah Jawa Barat adalah calung konvensional sebagaimana Eutik Muchtar (pencipta calung dari Bandung) membuatnya, yaitu terdiri atas calung kingking, calung panempas, calung jongrong, dan calung gonggong. Calung kingking berperan sebagai melodi lagu, calung panempas berperan memberikan balunganing gending terhadap melodi, calung jongrong berperan sebagai kenongan dan calung gonggong berperan memberikan suara gong pada akhir melodi.
Sesuai dengan kebutuhan lagu yang semakin dinamis dan variatif, calung jongrong dan calung gonggong kini jarang digunakan. Pertunjukan calung sekarang menggunakan dua buah calung kingking dan dua buah calung panempas dengan laras yang sama. Perkembangan calung demikian membutuhkan keterampilan menabuh yang semakin kompleks pada para pemainnya. Sebagai pelengkap pertunjukan ditambah dengan seorang pemain kosrek yang biasanya sekaligus berperan sebagai bodor atau lawak. Kelengkapan permainan calung lainnya adalah gendang dan gong. Kini secara kreatif seniman calung menambahkan waditra lain, seperti rebab, kecapi, biola, dan bahkan alat musik elektone, dan gitar.
Pertunjukan calung tidak mengutamakan lagu sebagai sajian utama. karena kemudian lawaklah yang lebih mendominasi suasana. Lagu hanya sesekali saja disajikan, bahkan hanya berperan sebagai pengantar kepada suasana bodoran. Oleh karena itu, bisa jadi dari lima pemain calung, tiga di antaranya adalah mereka yang memiliki kemampuan melawak. Sedangkan dua lainnya (biasanya penabuh kingking) berperan sebagai dalang, yang diharapkan mampu menjaga suasana agar lawakan tidak ngelantur terlalu jauh dan mampu menawarkan suasana.
Kesenian calung di Majalengka dikenal sejak tahun1960-an, dan mulai berkembang pesat ketika Edi Jubaedi, pengasuh kesenian Pabrik Gula Kadipaten, pada tahun 1970-an membentuk kesenian calung yang para pemainnya adalah Abah Duleh, Abah Bontot, Mang Sawo, (alm), Mang Dompet dan Mang Pentil. Dari kelompok inilah kemudian tumbuh kelompok-kelompok lain seperti Mustika Budaya di Cigasong, Tandang Midang di Munjul, Jedag di Gandu, Putra Beger di Karayunan, Putra Mekar di Leuwiseeng, Rinenggasari di Argapura, Binara di Cijurey Panyingkira, dan Gentra Pasundan di Darmalarang.
Selain berkembang di masyarakat, calung juga berkembang di sekolah-sekolah, baik di SD, SLTP, maupun di SLTA. Calung di lingkungan sekolah biasa ditampilkan pada acara kenaikan kelas.


















BAB III
P E N U T U P
A. Kesimpulan
Calung yang dikenal di wilayah Jawa Barat adalah seni pertunjukan yang menggunakan waditra calung jingjing sebagai media. Sebelum terjadi pembaharuan, artinya sebelum meniru contoh waditra calung yang berkembang di Bandung. Calung yang digunakan di wilayah Jawa Barat adalah calung konvensional.
Sesuai dengan kebutuhan lagu yang semakin dinamis dan variatif, calung jongrong dan calung gonggong kini jarang digunakan. Pertunjukan calung sekarang menggunakan dua buah calung kingking dan dua buah calung panempas dengan laras yang sama.
Pertunjukan calung tidak mengutamakan lagu sebagai sajian utama. karena kemudian lawaklah yang lebih mendominasi suasana. Lagu hanya sesekali saja disajikan.
B. Saran-saran
Berdasarkan pada pembahasan di atas, penulis memberikan saran, sebagai berikut :
1. Kebudayaan Sunda merupakan salah satu kebudayaan di Indonesia yang harus kita ketahui.
2. Kebudayaan Sunda harus kita jaga dan dilestarikan.
DAFTAR PUSTAKA
Kantor Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Majalengka. 2005. Profil Kesenian Daerah Kabupaten Majalengka Tahun 2005

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan tulis komentar anda